Wajah Pertelevisian Indonesia: Sebuah Evaluasi UU No 32 tahun 2002

A.                LATAR BELAKANG
            Dari sekian banyaknya kebutuhan primer, sekunder, dan tersier, manusia memerlukan hiburan. Dari sekian banyak hiburan, mayoritas masyarakat menggunakan televisi untuk mengusir penat setelah melakukan aktivitas sehari-hari. Baik tua, muda, maupun anak-anak. Televisi disukai oleh masyarakat karena memiliki banyak keunggulan dibanding media lain, banyak menentukan arah kesukaan publik.  Mereka melakukan akivitas ini selain untuk menghibur diri, juga untuk mendapatkan informasi dan pengetahuan sebagai hak seorang manusia dan Warga Negara (WN). Hal ini tertuang dalam UU no 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi manusia (HAM) pasal 13 dan 14 yang berbunyi:
Pasal 13
Setiap orang berhak untuk mengembangkan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya sesuai dengan martabat manusia demi kesejahteraan pribadinya, bangsa dan umat manusia.

Pasal 14
(1) Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi yang diperlukan untukmengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya.
(2) Setiap orang berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis sarana yang tersedia”

            Untuk mendapatkan manfaat maksimal dari tujuan sebuah penyiaran yang berbentuk program televisi, dalam UU no 32 tahun 2002 telah diatur mengenai kategori program atau acara yang disiarkan diperuntukkan kepada siapa dan jam tayang yang harus ditaati. Kategori- kategori tersebut antara lain:

Kategori
Keterangan
P
Pra Sekolah, acara yang ditayangkan untuk anak yang belum sekolah atau yang berusia 2-6 tahun
A
Anak-anak, acara yang ditayangkan untuk anak usia 7-12 tahun
R
Remaja, acara yang ditayangkan untuk remaja usia 13-17 tahun
D
Dewasa, acara yang ditayangkan untuk orang dewasa berusia 18 tahun ke atas
SU
Semua Umur, acara yang dapat ditonton oleh semua orang yang berusia di atas 2 tahun
A-BO
Anak-anak dengan bimbingan orangtua
R-BO
Remaja dengan bibingan orangtua

            Kategori-kategori tersebut disusun sedemikian rupa agar tepat sasaran kepada audience dan dapat memberikan hiburan serta informasi secara maksimal.
            Selain kategori, yang diatur dalam penyiaran indonesia adalah mengenai materi penyiarannya. Acara yang ditampilkan harus sesuai dengan UU 32 tahun 2002 pasal 35 yang berbunyi:
1)      Isi siaran wajib mengandung informasi, pendidikan, hiburan, dan manfaat untuk pembentukan intelektualitas, watak, moral, kemajuan, kekuatan bangsa, menjaga persatuan dan kesatuan, serta mengamalkan nilai-nilai agama dan budaya Indonesia.
2)      Isi siaran dari jasa penyiaran televisi, yang diselenggarakan oleh Lembaga Penyiaran Swasta dan Lembaga Penyiaran Publik, wajib memuat sekurang-kurangnya 60% (enam puluh per seratus) mata acara yang berasal dari dalam negeri.
3)      Isi siaran wajib memberikan perlindungan dan pemberdayaan kepada khalayak khusus, yaitu anak-anak dan remaja, dengan menyiarkan mata acara pada waktu yang tepat, dan lembaga penyiaran wajib mencantumkan dan/atau menyebutkan klasifikasi khalayak sesuai dengan isi siaran.
4)      Isi siaran wajib dijaga netralitasnya dan tidak boleh mengutamakan kepentingan golongan tertentu.
5)      Isi siaran dilarang :
a.      bersifat fitnah, menghasut, menyesatkan dan/atau bohong;
b.      menonjolkan unsur kekerasan, cabul, perjudian, penyalah-gunaan narkotika dan obat terlarang; atau
c.       mempertentangkan suku, agama, ras, dan antargolongan.
6)      Isi siaran dilarang memperolokkan, merendahkan, melecehkan dan/atau mengabaikan nilai-nilai agama, martabat manusia Indonesia, atau merusak hubungan internasional.

Untuk mengatur hal tersebut, dibentuklah lembaga independen yang mengatur mengenai penyiaran di Indonesia. Lembaga tersebut adalah Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). KPI berada di tingkat pusat (Jakarta) dan di tingkat provinsi. KPI sebagai wujud peran serta masyarakat berfungsi mewadahi aspirasi serta mewakili kepentingan masyarakat akan penyiaran. KPI mempunyai wewenang:
a.       menetapkan standar program siaran;
b.      menyusun peraturan dan menetapkan pedoman perilaku penyiaran;
c.       mengawasi pelaksanaan peraturan dan pedoman perilaku penyiaran serta standar program siaran;
d.      memberikan sanksi terhadap pelanggaran peraturan dan pedoman perilaku penyiaran serta standar program siaran;
e.       melakukan koordinasi dan/atau kerjasama dengan Pemerintah, lembaga penyiaran, dan masyarakat.
KPI mempunyai tugas dan kewajiban :
a.       menjamin masyarakat untuk memperoleh informasi yang layak dan benar sesuai dengan hak asasi manusia;
b.      ikut membantu pengaturan infrastruktur bidang penyiaran;
c.       ikut membangun iklim persaingan yang sehat antarlembaga penyiaran dan industri terkait;
d.      memelihara tatanan informasi nasional yang adil, merata, dan seimbang;
e.       menampung, meneliti, dan menindaklanjuti aduan, sang-gahan, serta kritik dan apresiasi masyarakat terhadap penye-lenggaraan penyiaran; dan
f.       menyusun perencanaan pengembangan sumber daya manusia yang menjamin

Walaupun sudah diatur sedemikian rupa, ternyata pelanggaran-pelanggaran terhadap isi UU tersebut masih ada. Hal ini terbukti dengan banyaknya laporan-laporan yang dilakukan lapisan masyarakat mengenai isi dari program-program yang ada di televisi. Hingga 26 Desember 2012 KPI Pusat menerima jumlah pengaduan publiky sebanyak 43.470 buah. Pada tahun-tahun sebelumnya secara berturut-turut jumlah pengaduan tentang isi siaran adalah sebagai berikut: 1.335 (2007), 3.588 (2008), 7.634 (2009), 26.489 (2010), dan 3.856 (2011). Bentuk isi utama pengaduan masyarakat tersebut adalah format dan alur acara, tidak mendidik, kekerasan, jam tayang, seks, busana, pelecehan, kata-kata kasar, SARA dan kebohongan publik. Dan yang paling banyak diadukan adalah sinetron, barangkali ini cermin ini acara yang paling banyak ditonton, banyak dikritik berarti banyak ditonton.
Dari adanya pelaporan tersebut mengindikasikan 2 hal yaitu: Pertama, publik semakin kritis tentang isi siaran. Ketika menemukan isis siaran yang dinilai tidak pantas, bermasalah, maupun melanggar aturan, maka publik mengadukan isi siaran tersebut. Kedua, publik makin memahami bahwa jalur yang tepat untuk mengadukan siaran yang bermasalah adalah ke KPI. KPI Pusat mengapresiasi makin tingginya kesadaran publik untuk mengadukan siaran bermasalah ke KPI, termasuk untuk siaran jurnalistik.

B.                MASALAH
Dalam praktiknya, banyak televisi yang menyiarkan program dengan jam tayang yang tidak sesuai dengan kategori penonton. Selain itu, fungsi penyiaran sebagai pemberi informasi dan pengetahuan untuk pencerdasan watak dan karakter pemirsa sudah mulai bias.
Penguasaan program acara yang berdasarkan kepentingan pribadi atau golongan semata-mata hanya ingin meraup keuntungan dan rating yang tinggi semakin marak terjadi. Tentu saja hal ini merampas hak rakyat untuk mendapatkan informasi yang bersifat mendidik seperti yang diamanatkan dalam undang-undang.

C.                PEMBAHASAN
Dalam praktiknya, penyiaran di Indonesia dalam hal ini adalah siaran televisi mengandung kontens yang tidak sesuai aturan. Hal ini tercermin dari banyaknya laporan yang diajukan oleh lapisan masyarakat. Pada tahun 2012 terdapat 15 besar jenis acara yang diadukan publik adalah:


1.      Berita,
2.      Talkshow,
3.      Reality show,
4.      Iklan,
5.      Komedi,
6.      Sinetron seri,
7.      Musik,
8.      Program anak,
9.      Program olahraga,
10.  Variety show,
11.  Azan,
12.  Film lepas,
13.  Infotainment,
14.  Sinetron lepas/FTV, dan
15.  Features



Selain melihat dari data yang disajikan, kita bisa melihat langsung acara-acara yang disuguhkan oleh kebanyakan stasiun televisi yang kebanyakan kurang memberikan manfaat maksimal yang sesuai yang diamanatkan di dalam undang undang. Mulai dari sinetron-sinetron yang tidak memberikan contoh yang baik, dimana menampilkan kekerasan dalam hubungan pertemanan, keluarga, dan bertetangga serta kostum yang dipakai jauh dari apa yang dianjurkan dalam kehidupan sehari-hari. Seperti di dalam sinetron yang menampilkan siswa SMA yang tidak memakai seragam lengkap. Para pemain hanya memakai seragam putih abu-abu tanpa dasi dan atribut lain seperti bed dan tanda pengenal. Selain itu, jam tayang yang kurang pas dengan apa yang telah diatur, seperti sinetron yang ditanyangkan sebelum jam 10 malam sehingga para remaja dan anak-nak yang seharusnya tidak termasuk dalam kategori penonton pun ikut-ikutan menonton. Dan tidak adanya tanda kategori yang wajib ditayangkan selama acara berlangsung. Apakah A, R, D, SU, atau BO. Hal ini tidak sesuai dengan pasal 36 ayat 3 UU no 32 tahun 2002 tentang penyiaran yang berbunyi:
Isi siaran wajib memberikan perlindungan dan pemberdayaan kepada khalayak khusus, yaitu anak-anak dan remaja, dengan menyiarkan mata acara pada waktu yang tepat, dan lembaga penyiaran wajib mencantumkan dan/atau menyebutkan klasifikasi khalayak sesuai dengan isi siaran.

Selain sinetron, acara hiburan lain yang menjadi sorotan adalah acara komedi dengan durasi yang cukup lama dimana hanya menyuguhkan lelucon-lelucon yang kurang pantas tanpa adanya unsur edukatif. Hal ini sangat bertentangan den pasal 36 ayat 1 UU no 32 tahun 2002 tentang penyiaran yang berbunyi :
Isi siaran wajib mengandung informasi, pendidikan, hiburan, dan manfaat untuk pembentukan intelektualitas, watak, moral, kemajuan, kekuatan bangsa, menjaga persatuan dan kesatuan, serta mengamalkan nilai-nilai agama dan budaya Indonesia.

Selain fenomena acara-acara diatas, acara hiburan yang berformat infotaiment juga harus diperhatikan. Program infotaiment sering mengekspose selebritis terlalu berlebihan. Apabila sedang ada berita yang menarik untuk dikupas, bisa dipastikan dalam kurun 3 hari lebih, sebuah program infotaiment akan terus menerus menayangkan tentang hal tersebut. Selain itu, akhir-akhir ini sedang marak penyiaran acara pribadi artis seperti ulang tahun, pertunangan, pernikahan, dan persalinan. Fenomena ini bukan baru-baru saja terjadi, namun sudah berlangsung pada awal tahun 2000-an. Hal ini tentu saja melanggar apa yang sudah diatur yaitu dalam pasal 36 ayat 4 UU no 32 tahun 2002 yang berbunyi :
Isi siaran wajib dijaga netralitasnya dan tidak boleh mengutamakan kepentingan golongan tertentu.

Dengan cukup banyaknya tayangan televisi yang tidak sesuai dengan UU penyiaran, pelanggaran, dan pelaporan masyarakat mengindikasikan bahwa permasalahan utama dalam media penyiaran Indonesia adalah tidak konsistennya pemerintah sebagai salah satu regulator penyiaran Indonesia, mandulnya regulator penyiaran yang lain, Komisi Penyiaran Indonesia, dan ketidaktaatan penyelenggara penyiaran di Indonesia terhadap isi dari UU tersebut.
Banyaknya tayangan yang kurang mendidik berupa sinetron, infotainment, dan yang lainnya menunjukkan bahwa tingginya rating pemirsa terhadap acara-acara tersebut, yang dimana apabila tidak ada langkah lebih lanjut maka televisi akan menggiring arah kesukaan publik yang cenderung kurang baik dan jauh dari tujuan penyiaran itu sendiri yaitu mendapatkan informasi, pendidikan, hiburan, dan manfaat untuk pembentukan intelektualitas, watak, moral, kemajuan, kekuatan bangsa, menjaga persatuan dan kesatuan, serta mengamalkan nilai-nilai agama dan budaya Indonesia.

D.                KESIMPULAN
Dalam praktik penyiaran di Indonesia khususnya televisi, banyak sekali program dan tayangan yang sifatnya kurang mendidik. Seperti tayangan pernikahan artis, liburan artis, dan sinetron-sinetron yang kurang memiliki pesan moral. Penayangan hal-hal semacam itu memang memberikan hiburan kepada sebagian masyarakat, namun bagian masyarakat lain hanya bisa bermimpi untuk bisa seperti apa yang dipertontonkan. Tentu ini sangat bertentangan dengan apa yang telah diamanatkan dalam UU no 32 tahun 2002 pasal 36 ayat 4:
Isi siaran wajib dijaga netralitasnya dan tidak boleh mengutamakan kepentingan golongan tertentu.

Hal ini disebabkan karena ketidaktaatan televisi kita terhadap undang- undang yang berlaku dan kurang tegasnya KPI sebagai lembaga independen dalam melakukan tugas dan wewenangnya. Selain itu, banyaknya acara kurang edukatif tersebut adalah karena tingginya rating publik.
E.                 SARAN
Dengan tingginya rating publik, acara-acara yang kurang edukatif dalam televisi semakin menjamur. Selain itu juga semakin banyaknya acara yang mementingkan kepentingan pribadi atau kelompok yang tentu saja merampas hak frekuensi publik dimana seharusnya siaran yang ditampilkan dijaga kenetralitasannya agar publik mendapatkan informasi yang dibutuhkan secara maksimal. Untuk menghentikannya, KPI selaku lembaga independen harus bertindak dengan memberikan sanksi yang tegas. Apabila KPI belum bisa maksimal dalam mengatasinya, pemerintah dapat memperbaiki manajemen KPI agar bisa melaksanakan wewenang dan kewajibannya secara maksimal untuk kepentingan masyarakat banyak. Selain itu pemerintah juga harus menilik kembali UU no 32 tahun 2002 untuk segera diregulasi dan dilengkapi di bagian penjelasan agar semua yang diatur dalam UU tersebut dapat dipahami oleh seluruh lapisan sehingga dapat meminimalisisr pelanggaran yang terjadi. Pemerintah memiliki hak penuh untuk melakukan deregulasi dan kebijakan baru. Sesuai dengan amanat UU no 32 tahun 2002 pasal 6 ayat 2:
Negara menguasai spektrum frekuensi radio yang digunakan untuk penyelenggaraan penyiaran guna sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Selain itu, masyarakat harus ikut serta dalam pengawasan penyiaran. Apabila menemukan tayangan yang tidak pantas ataupun melanggar isi dari UU no 32 tahun 2002, masyarakat diharapkan untuk segera melaporkan ke KPI tingkat daerah maupun tingkat pusat.
Pemerintah juga harus terus aktif mengkampanyekan mengenai aturan penyiaran dan menghimbau masyarakat untuk turut serta aktif dalam pengawasan penyiaran dengan menanyangkan iklan atau melakukan sosialisasi-sosialisasi.
Pemerintah tingkat RT RW berperan dengan membuat aturan jam wajib belajar. Dimana untuk menghindari aktivitas untuk menonton acara yang tidak sesuai dengan umur dan isi yang jauh dari kata edukatif, anak-anak wajib mematikan televisi dan melakukan aktivitas belajar.
Apabila hal-hal tersebut diatas kurang mampu untuk mengendalikan pelanggaran dan memberikan manfaat atas penyiaran, maka diri kita sendirilah yang harus berusaha untuk meminimalisir dampak negatif penyiaran seperti :
1.Kenali Acara TV Berdasar Usia 
Banyak stasiun TV yang memberikan kode atau icon yang memberitahukan kategori acara berdasarkan usia, misalnya SU (untuk semua umur), BO (dengan bimbingan orang tua), R (remaja), D (dewasa). Tiap stasiun TV mungkin memiliki kode atau ikon yang berbeda.

2.Pilih Program yang Cocok untuk Anak
Program seperti drama dewasa atau film yang mengandung unsur kekerasan tidak cocok untuk anak. Program yang cocok untuk anak misalnya: kartun anak, pendidikan, program rohani, sains, pengetahuan alam, hiburan untuk semua umur, dsb.

3.Ikut Menonton Bersama
Menonton TV bersama anak dapat memberikan rasa kebersamaan, saling terbuka, dan kedekatan psikologis orang tua dan anak. Orang tua juga dapat memberikan pengarahan mengenai acara TV yang sedang disaksikan.

4.Batasi Waktu Menonton TV
Menonton TV terlalu lama menyebabkan anak malas untuk melakukan aktivitas lain. Anak diarahkan untuk melakukan hal lain sebagai kesenangan. Menonton TV terlalu larut dapat menyebabkan anak kurang tidur yang dapat menyebabkan gangguan kesehatan.

5.Tidak Menonton TV Sambil Makan
Menonton TV sambil makan dapat membuat makan berlebihan. Makan sambil menonton TV juga dapat menghilangkan selera makan atau rasa ingin cepat-cepat selesai. Menonton TV sambil makan dapat membuat tersedak, lidah atau bibir tergigit, dan gangguan pencernaan akibat pengunyahan tidak sempurna. Makan sambil menonton TV juga merupakan salah satu faktor resiko obesitas pada anak.

6.Jangan Menempatkan TV di Kamar Anak
Menempatkan TV di kamar anak membuat orang tua lebih sukar untuk mengontrol aktivitas menonton TV. Orang tua tidak leluasa mengontrol apa yang dilihat anak dan kapan anak menonton TV.

7.Matikan TV Jika Tidak Ada yang Menonton
Mematikan TV saat tidak ditonton bukan hanya menghemat energi listrik tetapi juga dapat membantu konsentrasi anak dengan aktivitas lain. Aktivitas anak akan terganggu jika ada acara TV yang menarik, meskipun hanya sesaat.

8.Buat Kesepakatan
Membuat kesepakatan mengenai acara dan waktu menonton TV akan membantu anak secara positif mengatur waktu menonton TV. Anak-anak harus dilatih memegang komitmen untuk berdisiplin dalam mematuhi kesepakatan.

9.Berikan Masukan kepada Anak mengenai Acara TV
Berikan penjelasan jika ada acara TV yang tidak boleh disaksikan oleh anak-anak. Anak harus mengetahui mana fakta dan fiksi. Berikan masukan kepada anak mengenai film, komedi, atau iklan yang ditampilkan secara aneh atau berlebihan.

10.     Hindari Memanfaatkan TV sebagai Baby Sitter
Banyak orangtua yang memanfaatkan TV sebagai pengasuh anak. Padahal banyak acara TV yang tidak sesuai untuk anak. Orang tua seharusnya lebih bijak memberikan alternatif hiburan bagi anak di saat sibuk. Pilihan lain misalnya memberikan mainan puzzle, mewarnai gambar, melihat video proram khusus anak, dsb. Bagi anak balita apapun aktivitas anak, harus ada yang mengawasi.
            Apabila ada kerjasama yang sinergis antara masyarakat sebagai audiens dan pemerintah sebagai regulator, maka tujuan akan penyiaran untuk mencerdaskan bangsa akan tercapai secara maksimal dan masyarakat akan mendapatkan apa yang menjadi haknya yaitu informasi yang edukatif. Hal ini dapat meningkatkan intelektualitas seorang individu yang akan meningkatkan kualitasnya sehingga bisa berkontribusi untuk pembangunan negara. Penguasaan penyiaran yang diletakkan di tangan pemerintah merupakan amanat dari UUD 1945 Pasal 33 ayat 3. "Semua kekayaan alam, termasuk frekuensi yang digunakan dalam penyiaran itu diatur oleh pemerintah".




Daftar Pustaka:
www.kpi.go.id (diakses 14 Desember 2014)


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ekonomi Makro: Kurva IS-LM

Ujian Take Home UKD IV Ekonomi Publik

KODE ETIK BANKIR INDONESIA (CODE OF ETHICS OF INDONESIAN BANKERS)